Close

Menghentikan Kekerasan Seksual Lingkungan Pendidikan

Menghentikan Kekerasan Seksual Lingkungan PendidikanSAHABAT KELUARGA – Bukan hanya sekali peristiwa kekerasan seksual dilakukan pendidik kepada anak didiknya terjadi di lingkungan sekolah. Di Kebumen, Jawa Tengah, siswi SD menjadi korban kekerasan seksual oknum guru yang juga wali kelasnya. Setiap melakukan perbuatannya memanfaatkan jam istirahat ketika tidak keluar kelas dengan mengancam korban jika melapor akan dikeluarkan di sekolah. Karena takutnya korban, tindakan asusila tersebut sudah 7 kali sejak Februari-Maret 2019.

Di DI Yogyakarta, seorang oknum guru di Kecamatan Seyegan, Sleman diduga melakukan perbuatan cabul dengan memegang bagian-bagian intim kepada 10 siswa kelas VI SD. Perbutan itu dilakukan saat mengikuti perkemahan selama tiga hari (Harian Jogja, 11 September 2019, halaman 9). Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, dan berdasarkan data KPAI yang ada terungkap bahwa kekerasan seksual sepanjang Januari-Juni 2019 terjadi di lingkungan sekolah dengan pelaku oknum guru/oknum kepala sekolah di sekolah bersangkutan. Jenjang SD sudah terjadi di 9 lokasi dengan 49 korban, baik laki-laki dan perempuan. Sementara di jenjang SMP terjadi di 4 lokasi dengan korban 24 anak didik, baik laki-laki dan perempuan.

Namun, dari jumlah data tersebut, paling banyak di dominasi anak didik perempuan. Ada beberapa modus yang dilakukan pelaku sebelum melakukan tindakan kekerasan seksual. Seperti melakukan ancaman dengan akan dikeluarkan jika tidak menuruti kemauan ataupun jika berani melaporkan apa yang sudah dialami korban. Ada juga pelaku mengajak korban menonton film berkonten pornografi terlebih dahulu saat jam istirahat kemudian memberikan bujukan uang asalkan korban maupun dipeluk ataupun dicium oleh pelaku. Ada juga, pelaku memberikan uang dan menjanjikan nilai bagus ataupun iming-iming mengiurkan asalkan mau melakukan apa yang diinginkan pelaku..
Pelaku melakukan perbuatan kekerasan seksual/pencabulan di lingkungan sekolah kepada anak didiknya identik dilakukan di tempat ataupun bisa juga di waktu yang aman. Kebanyakan yang sudah banyak terjadi dilakukan di ruang kelas ketika korban tidak keluar saat beristirahat bersama teman-temannya, saat kegiatan ekstrakurikuler ataupun saat pulang sekolah dengan alasan pelaku memberi pelajaran tambahan.

Dapat pula di ruang tertutup dan minim aktivitas kegiatan belajar mengajar, seperti di ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dengan dibujuk untuk diobati, perpustakaan, laboratorium komputer maupun di halaman belakang sekolah bahkan dapat pula terjadi di luar lingkungan sekolah. Banyaknya kasus kekerasan seksual ataupun tindakan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan setidaknya membuat lingkungan sekolah sebagai tempat pendidikan kedua yang awalnya aman dan nyaman bagi anak didik menjadi tempat yang tidak aman dan nyaman.

Apalagi pelakunya kebanyakan oknum guru/kepala sekolah yang memiliki wewenang lebih terhadap anak didiknya. Dengan wewenangnya yang lebih tersebut dapat berbuat semaunya kepada anak didik bahkan celah terjadi kekerasan seksual dialami anak didik dengan berbagai bentuk ancaman bisa terjadi sewaktu-waktu yang tentunya membuat anak didik merasa takut menolaknya ataupun melaporkan apa yang telah dialaminya. Untuk itu, jangan sampai kekerasan seksual semakin membuat citra institusi pendidikan semakin buruk.

Dari pihak orangtua harus merespons kekerasan seksual yang dapat menimpa anaknya (terutama anak perempuan) dengan membekali diri anak mampu menolak dengan tegas terhadap bujuk rayu ataupun iming-iming oleh orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal dengan bentuk apapun yang pada akhirnya tidak membuat nyaman anak. Cara ini harus diberikan sejak dini secara kontinyu ketika anak mulai mengenal lingkungan pendidikan dan berinteraksi di lingkungan sekolah. Selain itu orangtua dapat memberikan pemahaman agar ketika anak tidak nyaman segera sampaikan ke orangtua ataupun orang dewasa yang dapat dipercaya dan dapat memberikan rasa nyaman kepada anak sebelum ataupun sudah mengalami peristiwa yang memilukan tersebut. Langkah ini dilakukan supaya apa yang tengah akan dialami atau sudah dialaminya dapat dicari solusinya secepat mungkin.

Di samping itu lingkungan pendidikan seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak didik. Tidak hanya memberikan rasa aman dan nyaman dalam kegiatan pembelajaran tetapi juga memberikan rasa aman dan nyaman terhindar dari kekerasan fisik, kekerasan psikis maupun seksual saat berinteraksi di lingkungan pendidikan. Rasa aman dan nyaman tersebut harus dilakukan seluruh warga sekolah tidak hanya pendidik sendiri. Celah-celah kekerasan seksual dilakukan oknum pendidik dapat dialami anak didik di lingkungan pendidikan sewaktu-waktu. Namun bukan berarti perbuatan tersebut tidak dapat dicegah.

Proteksi orangtua membekali diri kepada anaknya untuk dapat menolak secara tegas serta sekolah memberikan rasa aman dan nyaman terhadap berbagai bentuk kekerasan yang terjadi dapat mencegah anak didiknya kehilangan masa cerianya..
(Dwi Cahya Maristyawan – Pendamping Remaja dan Keluarga DIY).

Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=249900712

Related Posts

Tinggalkan Balasan