Close

Kapankah Pendidikan Keluarga Dimulai?

Kapankah Pendidikan Keluarga Dimulai?

SAHABAT KELUARGA – Fondasi pendidikan adalah keluarga. Maka ’Madrasah Keluarga’ adalah lembaga paling dan super penting dari sebuah proses pendidikan. Begitu pentingnya pendidkan keluarga tercerminkan pada keluarga-keluarga yang banyak dipotret oleh Alquran, semisal keluarga Nabi Ibrahim, keluarga Imron, dan keluarga Nabi Muhammad. Allah mengingatkan kita agar memperoleh hikmah dan belajar dari keluarga-keluarga mulia tersebut. Belajar dan meniru bagaiman proses pendidikan keluarga-keluarga hebat itu berlangsung dan menghasilkan manusia-manusia istimewa. Manusia-manusia yang menurut istilah Prof. Nasarudin Umar disebut melangit. Lantas, kapankah waktunya memulai pendidikan di keluarga? Berikuti ini akan diuraikan tahapan-tahapan merancang kurikulum pendidikan keluarga.

Memilih Pasangan

Pendidikan keluarga pertama, dimulai dari memilih pasangan. Allah dan Rasullullah memerintahkan kita, jika laki-Laki pilihlah wanita yang paling taat beragama, selain fisik yang menarik, berharta, dan hasabnya yang baik. Jika wanita, pilihlah lelaki sejati, hatinya yang terikat dengan masjid, memiliki sifat qowwamah-unggul dalam akal dan mampu menafkahi keluarga. Hari ini, marilah kita lihat keluarga-keluarga muslim Indonesia -yang merupakan ummat muslim terbesar didunia. Bagaimanakah hasil pendidikan keluarga-keluarga muslim indonesia? Sebuah tesis dari Perguruan Tinggi Ilmu Alquran menyimpulkan 65% orang Islam Indonesia buta huruf Alquran. Belum lagi hasil tes PISA tahun 2015 yang menyatakan pelajar Indonesia hanya menempati urutan ke-63 dari 72 negara. Prof. Rhenal Kasali, menyebut istilah ”Strawberry Generation” pada generasi muda Indonesia. Generasi yang kreatif namun rapuh, mudah rusak, mudah sakit dan gampang menyerah. Generasi yang bermimpi besar namun berharap mencapainya serba instan dan menuntut serba dimudahkan. Itulah hasil pendidikan hari ini. Masih jauh dari harapan apalagi jika dibandingkan dengan hasil pendidikan generasi-generasi zaman keemasan peradaban Islam. Boleh jadi hal ini salah satunya karena pemuda-pemuda Indonesia tidak mengamalkan Alquran dan sunnah nabi dalam memilih pasangan hidup. Perhatikan yg terjadi pada pemuda-pemuda kita, beberapa menjalani seks bebas, hamil sebelum menikah, dan aktifitas negatif lainnya. ”Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Membacakan Alquran sejak Anak Dalam Kandungan

Fase kedua adalah ketika mengandung. Janin dalam kandungan ketika berusia empat bulan telah ditiupkan ruh kedalam raganya. Ia telah hidup. Maka Berinteraksilah dengannya dengan sesering mungkin membacakan ayat-ayat-Nya (Alquran). Seperti kebiasaan orangtua kita dahulu-terutama yang tinggal di kampung-kampung, yaitu mengadakan syukuran 4 bulan kehamilan dengan mengundang para tetangga membacakan ayat-ayat Allah kepada calon si jabang bayi. Ada yang membaca surat Lukman, surat Maryam, barzanji, Manaqib, dan lain-lain. Namun sayang kebiasaan tersebut nyaris sirna. Banyak yang diganti dengan mendengarkan musik-musik klasik sesuai teori pendidikan modern ala barat. Membacakan Alquran, dan memperbanyak doa kepada janin dilakukan Hanah-Ibunda Siti Maryam- ketika beliau mengandung. Sering berdoa dan bernazar kepada Allah agar anaknya kelak menjadi hamba yang taat beribadah kepada Allah. Struktut tubuh manusia 80% nya adalah air. Ketika air dibacakan kata-kata positif maka strukturnya akan berubah membentuk gumpalan mutiara paling indah. Sebaliknya jika air di kata-katai negatif, maka strukturnya berubah menjadi bentuk gumpalan paling jelek dan tak beraturan. Itu adalah teori ilmiah yang dihasilkan dari penelitian bertahun tahu ilmuwan Jepang Masaru Emoto. Jika janin kita sering bacakan kalimat paling indah, paling hebat, paling ajaib yang terkandung dalam Alquran, dapat dibayangkan hasilnya seperti apa. Selain berlimpah pahala, pastinya berlimpah keberkahan bagi calon anak, orangtua, keluarga, termasuk rumah yang ditempatinya. Lantas, bagaimana jika orangtua sibuk dan sedikit waktu untuk membacakan ayat-ayat Allah? Paling baik memang langsung dibacakan oleh ayah dan ibunya, namun jika kurang waktu maka bisa juga dengan cara memutarkan murottal quran dari speaker yang banyak tersedia di pasaran. Semoga Allah menolong dan memampukan kita dalam memberikan pendidikan terbaik untuk keluarga kita dan menghasilkan generasi saleh mulia. ”Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ali Imran: 35).

Menyusui

Fase ketiga adalah ketika anak lahir usia 0-2 tahun. Di fase ini yang paling berperan dalam pendidikan anak adalah seorang ibu. Inilah fase terbaik bagi ibu untuk mendidik anaknya karakter baik, kelembutan, cinta, kasih sayang, perhatian, dan ketaatan. Semua Proses pendidikan karakter itu terjadi pada momen menyusui. Menyusui adalah media paling efektif menginstal karakter baik pada anak. Menyusui adalah waktu-waktu berlian mendidik anak di usia keemasaannya. Maka jangan sampai terlewatkan momen ini. Ketika menyusui banyak-banyak membacakan Alquran, bersholawat, dan mendoakan kebaikan untuk anak. Saat menyusui hadirkan hati dan jiwa sepenuhnya untuk anak. Posisikan menyusui sebagai aktivitas yang membahagiakan bagi seorang ibu karena merupakan akumulasi rasa terhadap buah hatinya. Bahagia yang membuncah. Meskipun menyusui adalah momen berlian, namun banyak para ibu yang kehilangan momen ini. Ada ibu-ibu yang raganya menyusui, tetapi hatinya tidak. Menyusui tetapi sambil asyik bermain gawai, menyusui tetapi hati dan jiwanya ada ditempat lain. Ada juga para ibu yang enggan menyusui anaknya dengan beraneka ragam alasan. Ada yang karena kesibukan pekerjaan, karier, merawat bentuk tubuh, dan macam alasan lainnya. Sesungguhnya waktu menyusui itu sebentar, hanya sekitar dua tahun. Maka manfaatkanlah momen berlian tersebut untuk sepenuh hati mendidik sang buah hati, jangan sampai menyesal seumur hidup karena melewatinya. ”Wahai Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.”

Menanam Tauhid

Fase berikutnya pendidikan pada madrasah keluarga adalah ketika anak usia 2-7 tahun. Anak pada usia ini sudah mulai bisa berkomunikasi, peran kedua orangtua diperlukan secara bersama-sama. Inilah fase penting memberikan fondasi dasar ketauhidan pada anak. Orangtua secara aktif mendorong anaknya untuk memiliki ketauhidan dengan cara mendorong anak memiliki rasa percaya diri dan mampu melakukan apapun semata hanya untuk meraih ridho dari Allah SWT. Pada fase ini anak cenderung aktif mencoba berbagai hal, anak mengeksplorasi diri secara fisik dan lingkungan. Berikanlah ruang gerak pada anak untuk belajar apapun, jangan serba dibatasi. Batasannya hanya pada hal yang berbahaya dan mengancam jiwa anak. Hadirkan rumah yang aman dan nyaman untuk anak bereksplorasi. Ajarkan empati agar anak mampu mengelola emosinya, sedih, senang, sakit dan lain-lain. Peran kedua orang tua di antaranya: terus-menerus membacakan ayat-ayat-Nya, berkata kata positif, menyemangati anak, bersyukur, memberikan pujian, dan berterimakasih untuk anak ketika melakukan sesuatu yang baik. Orangtua juga mulai membuat aturan dan melatih agar anak menaatinya dan bertanggung jawab. Anak pada fase ini adalah peniru yang hebat. Maka orangtua harus menjadi teladan dalam segala hal. Seluruh kebiasaan orangtua akan persis dijiplak oleh anak secara sadar maupun tidak. Coba lihat cara anak jalan, duduk, kata-katanya pasti mirip ayah atau ibunya. Robbi habli minashsholihin, duhai Tuhanku… anugerahkan aku anak keturunan yang saleh. Ahmad Najib.

Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=249900710

Related Posts

Tinggalkan Balasan