Close

6 Jurus Jitu Komunikasi Efektif Orang Tua dan Anak

6 Jurus Jitu Komunikasi Efektif Orang Tua dan Anak

SAHABAT KELUARGA – Senang memberikan nasihat dan bimbingan kepada anak-anaknya adalah sebagai wujud cinta kasih sayang orangtua kepada putra-putri mereka. Nasihat dapat diberikan dengan kata-kata terkadang juga disertai percontohan dari apa yang orangtua sarankan. Beda zaman dan generasi tentu menjadi berbeda pula cara orangtua memberikan nasihat kepada anak-anak.

Setiap perkembangnya dan seiring berjalannya waktu, terbentuk generasi-generasi baru yang tentu saja memiliki karakter dan pola pikir yang berbeda. Hal ini terjadi dikarenakan beberapa faktor sehingga membentuk kepribadian dan bahkan paradigma tersendiri. Di zaman dulu, para orangtua memberikan nasihat kepada putra-putrinya cukup dengan satu atau dua kali saja, dan mereka mau menuruti. Jika dibandingkan dengan sekarang, anak-anak tidak cukup satu atau dua kali menasihati.

Mengapa? Lingkungan yang mempengaruhi pola pikir dan karakteristik mereka. Lingkungan anak-anak untuk saat ini terlalu banyak pembanding jika dibandingkan dengan jaman dulu, misalnya kemudahan anak dalam melihat tayangan-tayangan yang dapat mempengaruhi pemikiran mereka dan dengan mudah bisa mereka akses di televisi dan internet yang semakin geliat. Saat anak-anak zaman sekarang diberikan nasihat, mereka akan banyak memberikan alasan, melakukan pertimbangan, bahkan terkadang manjawab dengan kreatif sebuah nasihat yang diberikan. Terkadang orangtua menjadi tidak siap menjawab pertanyaan dan alasan yang mereka berikan saat tengah dinasihati.

Memberikan nasihat sebagai salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan orangtua kepada anak. Sikap anak mendengarkan atau tidak dapat ditelusuri dari pola komunikasi yang dilakukan oleh orangtua dan anak sebelumnya.

Berikut macam-macam bentuk komunikasi yang anak dan orangtua lakukan.

Pertama, komunikasi terbuka Orangtua memposisikan dirinya sebagai seorang teman. Antara anak dan orangtua terjalin sebuah komunikasi yang saling terbuka. Anak akan leluasa bercerita dan mengekspresikan perasaan serta pikirannya kepada orangtua dan orangtua mau mendengarkannya.

Begitu pula sebaliknya, dan di antara keduanya saling meminta pendapat jika diperlukan. Sebisa mungkin, saat orangtua bercerita sisipkan pertanyaan yang membuat anak ikut andil dalam cerita tersebut. Orangtua dapat menceritakan hal-hal apa pun yang telah atau akan ia lakukan, bisa dari peristiwa keseharian ataupun pekerjaan, dengan begitu akan terbangun komunikasi yang erat diantara keduanya.

Kedua, komunikasi terapung Orangtua dan anak melakukan komunikasi hanya untuk basa basi saja, biasanya sebuah pertanyaan yang diberikan membutuhkan jawaban yang sangat singkat. Misal, ”Adek sudah makan belum hari ini?” dan dijawab ”Sudah, Bu”, tanpa ada kelanjutan lebih mendalam. Atau pertanyaan lain, ”Ibu kenapa sedih?” dan dijawab ”Ah, ibu tidak apa-apa kok”, pembicaraan pun selesai.

Hal ini terjadi karena di antara keduanya tidak ada rasa untuk saling terbuka, sehingga tidak ada keinginan untuk mengetahui segala hal lebih mendalam. Pada komunikasi ini kurang peduli di antara keduanya. Biasanya anak akan berbuat seperti itu dikarenakan orangtuanya juga melakukan hal yang serupa kepada anaknya.

Ketiga, komunikasi cuek Dikatakan begini, apabila di antara anggota keluarga satu sama lain terjadi tindakan saling menghindar. Mereka akan berbicara dalam waktu yang singkat, bahkan pembicaraan yang belum selesai akan segera ditinggal pergi atau mengerjakan hal lain.

Dengan begitu terjadi pembicaraan yang tidak terfokus antara anak dan orangtua. Contohnya, orangtua yang bertanya terburu-buru karena akan berangkat kerja, ”Nak, bagaiamana teman barumu di sekolah? Ayo segera berangkat”, jawab sang anak, ”Mereka baik, Ma”, tidak ada kontak mata untuk mereka saat sedang berbicara.

Keempat, komunikasi satu arah Dalam tipe ini, biasanya terdapat satu figur yang paling  mendominasi di dalam sebuah keluarga. Ayah ataupun ibu yang akan memberikan aba-aba berbagai kegiatan di keseharian anak. Figur ini yang akan menentukan kapan saja waktu anak berbicara. Contohnya, ”Nak, nanti azan maghrib langsung pergi ke masjid, lalu ngaji dan langsung pulang jangan mampir-mampir karena PR sudah harus kamu kerjakan sebelum kamu ngantuk.” Kemudian anak menyahut, ”Tapi Ma, aku mau….” Belum juga anak selesai bicara, disahut balik, ”Eh mama kan belum selesai bicara, kok sudah dijawab dengan kata tapi!” Tipe komunikasi ini menuntut anak menuruti semua perintah orangtuanya. Orangtua memberikan segala hal dengan semaunya tanpa meminta pendapat ataupun mendengarkan anak. Dengan begitu, apabila anak memiliki keinginan, mereka jarang mengungkapkannya, mereka takut apa yang mereka inginkan tidak sesuai keinginan orangtuanya.

Anak akan terbayang dengan kemarahan orangtuanya, dan ini membuat anak berpeluang untuk melakukan sebuah kebohongan. Kelima, silent communication Pada tipe ini sangat jarang sekali terjadi pembicaraan di antara orangtua dan anak. Bisa jadi karena faktor kesibukan yang melanda salah satu atau keduanya. Pagi anak dan orangtua pergi beraktivitas bekerja dan ke sekolah, bertemu di rumah saat malam hari, itu pun pasti sudah dalam keadaan orangtua yang lelah karena bekerja dan anak yang sudah mengantuk.

Keduanya akan masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Begitulah peristiwa kesehariannya. Untuk membangun komunikasi efektif antar orangtua dan anak agar terjadi komunikasi aktif dua arah, maka perlu perhatikan hal-hal berikut: Pancing anak bercerita Tidak hanya orangtua saja yang memiliki suatu permasalahan, namun sesungguhnya anak-anak pun memiliki hal serupa. Kerap kali mereka mengungkapkan dengan bahasa verbal (ucapan) ataupun bahasa tubuh. Misal saat anak buang air kecil dicelana, lalu saat dipanggil orangtuanya ia tidak mau beranjak dari tempatnya dan sampai membuat muka anak tampak ketakutan, takut kena marah. Di sini peran orangtua untuk tanggap dan peka terhadap gerak-gerik dan kebiasaan anak.

Karena jenis anak mengkomunikasikan suatu permasalahan ada yang harus di wawancarai dahulu dan adapula yang berani menyampaiakan permasalahannya tanpa harus ditanya. Buat posisi nyaman saat berbicara Gestur tubuh ternyata dapat mempengaruhi ke efektivas seseorang dalam berkomunikasi. Tatap atau pandang anak saat tengah bercerita. Bisa jadi orangtua duduk di sebelahnya dan memposisikan badan ke arah anak, atau orangtua menyetarakan tinggi mata dengan cara berlutut. Menjadi pendengar yang baik Dengan menunjukkan rasa antusias orangtua kepada anak, mereka akan merasa dirinya dihargai. Mereka tak akan segan menceritakan segala hal mulai dari yang terkecil hingga yang besar.

Hal ini akan berdampak besar hingga anak dewasa. Dia akan menceritakan segala hal kepada orangtuanya, dengan begitu orangtua akan mudah mengontrol anak-anak mereka dan hal ini akan memperkecil kemungkinan kenakalan remaja atau hal-hal negatif lainnya. Menghargai pendapat anak Di dalam sebuah keluarga, meskipun satu kandung ataupun satu darah tentu di antaranya memiliki sifat dan sikap yang berbeda-beda. Saat tengah terjadi suatu diskusi dalam sebuah keluarga, perkenankanlah seluruh anggota keluarga menyampaikan pendapatnya masing-masing. Berikan ruang bicara, terutama anak untuk berpendapat.

Orangtua dilarang meremehkan pendapat anak. Saat anak berbicara dan mengungkapkan pendapatnya, di situlah anak akan belajar berbicara di depan umum dengan begitu rasa percaya diri anak menjadi meningkat, tak hanya itu anak juga akan belajar bersosialisasi di lingkungan masyarakat karena anak sudah terbiasa berbicara di khalayak umum. Hindari kalimat negatif Orangtua memang kerap kali memberikan nasihat kepada anak, namun yang perlu di ingat bahwa jangan melontarkan kalimat negatif. Kalimat tersebut bisa berupa kalimat yang orangtua katakan tentang kekurangan si anak, marah-marah saat melihat pekerjaan anak yang tidak maksimal, membanding-bandingkan anak dengan orang lain namun di dalamnya tidak memotivasi anak justru membuat anak semakin down. Menuduh anak tanpa melihat-lihat sebab dan menjadikan anak seperti terdakwa, mencaci anak, dan hal lainnya yang membuat anak menjadi tidak bersemangat dan terpojokkan.

Andaikan orangtua telah melakukan kesalahan tersebut di luar kesadarannya dan baru menyadari setelah usai mengatakannya, alangkah lebih bijaksana jika orangtua meminta maaf kepada anak. Kalimat negatif membawa banyak dampak negatif pula kepada anak, di antaranya mereka akan kehilangan kepercayaan kepada orangtua dalam beberapa waktu, menurunkan rasa percaya diri pada anak,mereka ankan menjadi sangat sensitif sehingga mereka akan mudah arah kepada siapa pun dan lebih buruknya akan menimbulkan dendam anak kepada orangtua. Beri pujian dan kritikan membangun Berikan apresiasi kepada anak jika telah melakukan tindakan yang baik, namun jangan berlebihan. Hargai setiap jerih payahnya dan berikan semangat lebih agar anak dapat termotivasi memberikan dan melakukan hal yang baik.

Namun, ketika anak mengalami keterpurukan ataupun sebuah kegagalan, rangkul mereka dan berikan motivasi yang dapat membesarkan hati mereka, dan orangtua baiknya selalu berada di samping mereka dalam kondisi apapun. Menjadi orangtua yang membangun komunikasi efektif dua arah kepada anak sebagai hal yang sangat mungkin dilakukan tanpa ada kata tapi. (Cesilia Prawening – Mahasiswa Pendidikan Islam Anak Usia Dini IAIN Purwokerto, Relawan Pustaka Rumah Kreatif Wadas Kelir).

Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=249900705

Related Posts

Tinggalkan Balasan