Close

Perempuan dan Uang Keluarga

Bicara perempuan dan uang selalu penuh pendapat yang kontradiktif. Perempuan itu boros, kalau pergi ke toko untuk membeli gula, pulang juga membawa serbet, roti, dan lain-lain. Perempuan itu selalu memikirkan seluruh anggota keluarga. Perempuan itu materialistis. Perempuan itu jagoan mengotak-atik uang keluarga, yang tidak cukup menjadi cukup. Dan seterusnya.

Pengelolaan uang keluarga memang identik dengan bicara tentang tugas perempuan sebagai pengelola rumah tangga. Perempuan disebut sebagai Mentri Keuangan Keluarga, atau Jenderal Finansial, atau Ratu Keluarga yang berkuasa penuh atas keuangan keluarga.

Akhir-akhir ini berkembang juga pendapat bahwa pengelolaan keuangan keluarga sebaiknya dilakukan bersama oleh pasangan suami-istri, dan berdasarkan karakter yang sesuai, bukan karena soal ketubuhan laki-laki atau perempuan. Bila suami berciri teliti dan mampu berkalkulasi, sedangkan istri berciri sanguin yang sering tidak tertib dan pelupa; maka sudah selayaknya keuangan keluarga diurus oleh sang suami, bukan sang istri.

Lalu bagaimana dengan perempuan yang memutuskan untuk menjalankan tugas kementrian keuangan keluarga ini? Apa hal-hal yang harus diperhatikannya?

 

Tumbu Ketemu Tutup

Perempuan yang diberi karunia Tuhan berupa kemampuan mengandung dan melahirkan, dikaruniai juga dengan insting nurturing (pengasuhan) untuk menjaga keberlangsungan keluarga bersama-sama dengan suami. Karena itu sebagai seorang ibu dan istri, ia cenderung peka terhadap segala hal yang berhubungan dengan keutuhan keluarga, termasuk mengelola sumber daya keuangan.

Beberapa riset menunjukkan bahwa sikap ibu yang menganggap penting keuangan keluarga sesungguhnya adalah perwujudan kebutuhan untuk menjamin keberlangsungan keluarga ini. Ibu secara naluriah akan memperhitungkan segala kebutuhan keluarga, terutama kebutuhan anak-anaknya. Berapa biaya sekolah yang terbaik, kapan perlu membeli baju anak-anak yang baru, apa saja kebutuhan suami; semua tak luput dari perhitungan Ibu.

Untuk itu, ibu perlu memahami tujuan finansial keluarga, baik jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek. Tujuan finansial keluarga ini terkait erat dengan tujuan keluarga itu sendiri. Misalnya, bagi kaum muslim, secara umum tujuan keluarga adalah untuk mendapatkan ketentraman dalam wujud keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Ketentraman ini perlu diwujudkan dalam beberapa aspek, di antaranya kesejahteraan ekonomi. Di sinilah dibutuhkan tujuan finansial.

 

Mendayung Sampan ke Tujuan

Misalnya, tujuan keluarga adalah memberikan pendidikan terbaik untuk anak sebagai bekal kehidupan di kemudian hari. Maka tujuan finansial jangka panjang adalah tabungan pendidikan yang cukup untuk biaya masuk perguruan tinggiyang kita tahu semakin mahal. Tujuan jangka menengah adalah untuk memperiapkan biaya untuk tiap tahap sekolahnya. Dan tujuan finansial jangka pendek adalah menyisihkan dana yang cukup setiap bulannya untuk biaya sekolah dan pengembangan minat anak.

Contoh lainnya, bila tujuan keluarga adalah menyempurnakan ibadah, maka haji dan umroh mungkin menjadi tujuan finansial yang perlu kita atur dalam rencana jangka pendek sampai panjang. Atau bila salah satu tujuan kelurga kita adalah melayani orangtua dan mertua, maka tujuan finansial pun mengikuti tujuan keluarga ini.

Sayangnya memang kebanyakan orang tidak terbiasa untuk menyusun tujuan finansial maupun bahkan tujuan keluarga. Akibatnya, kehidupan keluarga mengalir bak sampan yang mengapung mengikuti arus sungai, tanpa didayung. Saat tiba-tiba arus makin deras, makin banyak batu, kita tergesa mendayung namun sampan sudah bocor, dan kita harus berjung keras agar tidak karam. Tanpa persiapan finansial, saat muncul pengeluaran tak terduga seperti orangtua sakit atau PHK; kita bisa terperangkap dalam gempa finansial yang cukup menakutkan.

 

Produktif, bukan Konsumtif

Salah satu kritik yang dialamatkan kepada kaum hawa adalah bahwa mereka konsumtif, cenderung membelanjakan uang untuk hal-hal yang tidak dibutuhkan. Misalnya, mengikuti berbagai jenis arisan, membeli aksesoris seperti tas dan sepatu dengan berlebihan, mudah terpengaruh oleh trend fesyen.

Di masa sekarang yang penuh dengan iming-iming kemewahan dan kenyamanan, kebiasaan ini tentu saja sangat tidak menguntungkan keluarga. Tetapi, tidak sedikit perempuan yang justru memanfaatkan banyaknya peluang menambah penghasilan saat ini. Mereka inilah para perempuan yang melek finansial, mengerti bahwa memutar otak untuk mengelola modal keuangan adalah lebih baik daripada terjebak foya-foya belanja. Inilah yang kita sebut perilaku produktif.

Tahukah Anda, disiplin menabung Rp. 100,000,- perbulan sejak mulai menikah, lalu dibelikan emas batang setiap tahunnya, maka pada ulang tahun pernikahan ke25, dengan asumsi kenaikan harga emas 15-20% per tahun, total emas yang dimiliki akan bernilai sekitar Rp.300,000,000,-?

Tampaknya tak masuk akal, tetapi begitulah faktanya. Ada banyak peluang yang dapat dimanfaatkan untuk memperbesar arus kas penghasilan keluarga. Karena itulah tujuan finansial menjadi penting, dan kita bisa menghitung seberapa besar yang harus kita sisihkan setiap bulannya, selama berapa tahun. Untuk lebih lengkapnya, Anda bisa mendalami informasi ini di berbagai situs web atau buku-buku karya para Perencana Keuangan.

Beberapa cara mendapatkan income tambahan adalah dengan membuat bisnis sampingan, berinvestasi atau menanamkan modal pada bisnis orang lain, atau berinvestasi di instrumen jasa keuangan. Ketiga pilihan ini memiliki karakter yang berbeda, karena itu kita perlu memilih dengn cermat.

Bila kita tidak punya pengalaman bisnis, maka sebaiknya kita sangat berhati-hati dalam memilih berinvestasi pada bisnis orang lain, agar modal kita dapat berdayaguna. Bila kita tidak kuat mental dengan naik-turunnya pasar modal, kita bisa memilih instrumen yang lebih tepat misalnya menabung dengan membeli emas batang seperti pada contoh di atas.

Mencegat Rizqi 

Dengan perencanaan keuangan yang jelas, keinginan selalu belajar, serta insting mencapai kesejahteraan keluarga; seorang ibu dapat mengelola keuangan keluarga dengan lebih luwes dan bermanfaat. Ia akan mampu melepaskan diri dari jebakan sikap konsumtif, bermegah-megah, dan berfoya-foya. Ia akan terfokus pada tujuan keluarga yang maslahah, dan membawa manfaat bagi keturunannya.

Yang tak kalah penting, dengan rizqi yang melimpah, seorang perempuan dapat menyisihkan lebih banyak harta untuk ditasharufkan ke jalan Allah. Yang demikian akan membuat kita menjadi insan yang membawa manfaat bagi sesama, bukan?

Related Posts

Tinggalkan Balasan