Close

Mengapa Bercerai itu Buruk bagi Anak?

Siapa anak yang ingin orangtuanya bercerai? Semua anak tentunya ingin punya orangtua yang utuh. Mereka bisa menerima curahan kasih sayang dari ibu dan ayahnya. Mereka dapat perlindungan yang otpimal, dapat mencari teladan terbaik, belajar tentang kehidupan, dan berbagai manfaat lainnya dari keduaorangtuanya. Lain bila anak-anak yang menghadapi perceraian kedua orangtuanya. Berbagai penelitian dan fakta di lapangan menunjukkan, perceraian berpotensi mengurangi kompetensi masa depan anak dalam semua bidang kehidupan, termasuk hubungan keluarga, pendidikan, kesejahteraan emosional, dan kekuatan penghasilan di masa depan. Memang, salah satu tinjauan literatur yang dilakukan di Inggris menemukan bahwa ”perbedaan antara anak-anak dari keluarga yang utuh dan tidak utuh adalah kecil, dan mayoritas anak-anak tidak akan terpengaruh secara buruk dalam jangka panjang.”

Mengapa Bercerai itu Buruk bagi Anak?Namun ada lebih banyak penelitian yang menawarkan bukti yang bertentangan. Banyak penelitian yang membuktikan, ”anak-anak dengan orangtua yang bercerai terus mencetak skor yang lebih rendah secara signifikan pada ukuran pencapaian akademik, perilaku, penyesuaian psikologis, konsep diri, dan hubungan sosial.” Salah satunya hasil penelitian tahun 2014 lalu oleh  Dr. Jane Anderson, seorang guru besar klinik pediatrik pada Universitas California, San Francisco, Amerika Serikat. Penelitian ini menunjukkan, ketika seorang anak mengalami perceraian orangtua, ada kerugian signifikan yang harus dialami.

Pertama Orangtua pasti harus menyesuaikan diri dengan peran baru mereka sebagai orangtua yang bercerai. Efeknya, orangtua berpeluang tidak memiliki banyak kekuatan emosional dan waktu untuk terlibat dalam pengasuhan.

Kedua Setelah orangtuanya bercerai, anak akan menghabiskan lebih banyak waktu dengan salah satu orangtuanya dan otomatis memiliki lebih sedikit waktu dengan masing-masing orangtua secara keseluruhan. Bagi kebanyakan anak, ini berarti lebih sedikit waktu yang dihabiskan bersama ayah mereka. Sebaliknya, anak mungkin juga menghabiskan lebih sedikit waktu dengan ibu mereka karena dia mungkin perlu bekerja lebih lama untuk mendukung keluarga.

Ketiga Anak mungkin memiliki hubungan yang lemah dengan ibu dan ayahnya. Sebuah penelitian menunjukkan, ibu yang bercerai kurang mampu memberikan dukungan emosional sedangkan ayahnya menghabiskan lebih sedikit waktu dengan anak-anak mereka. Penelitian lain, tahun 1996 menemukan, kurang dari setengah anak-anak yang hidup dengan ibu yang bercerai dapat bertemu kembali dengan ayahnya dalam lebih dari satu tahun. Hanya satu dari enam yang melihat ayah mereka seminggu sekali.

Keempat Ayah yang bercerai akan kurang diperhatikan anak remajanya. Bahkan Anak itu mungkin lebih sulit untuk mempercayai ayahnya.

Kelima Anak yang orangtuanya bercerai berpeluang kehilangan tradisi keluarga, perayaan, dan rutinitas sehari-hari. Bahkan anak-anak dewasa yang orangtuanya bercerai di kemudian hari mengalami kehilangan tradisi keluarga dan gangguan perayaan. Perceraian yang dilakukan orangtua juga membuat anak mengalami perubahan tempat tinggal dapat menyebabkan hilangnya teman, lingkungan sekolah, dan sistem pendukung lainnya. Akibatnya, anak berpotensi mengalami penurunan kematangan sosial dan psikologis.

Keenam Anak-anak dari orangtua yang bercerai mungkin memiliki skor lebih rendah pada konsep diri dan hubungan sosial. Hal itu disebabkan karena anak akan memeproleh kecemasan dan depresi setelah peristiwa perceraian. Dari sisi akademik, Jane Anderson membuktikan, anak dari orangtua yang bercerai, terutama pada anak yang berusia dini, berpeluang kehilangan stimulasi kognitif dan akademik, dan stimulasi bahasa yang lebih sedikit. Anak-anak dari orangtua yang bercerai juga lebih cenderung memiliki nilai rata-rata kelas di bawah rata-rata. Yanuar Jatnika.

Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=249900724

Related Posts

Tinggalkan Balasan